WISATALENDIR17 - Niesha adalah Mantan Selingkuhanku kekasihku Pemuasku beberapa tahun lampau. Ia menikah dengan pria lain tahun 1996, aku menyusul dua tahun kemudian, saat itu Niesha sudah mempunyai anak satu. Kami berpisah baik-baik, dan sesudahnya kami masih berhubungan. Aku juga kenal baik dengan suaminya. Aku dan Niesha sama-sama kerja di perusahaan konsultan. Sesudah menikah ia bertugas di salah satu proyek, sedangkan aku di head office, sehingga kami lama tidak ketemu.
ini terjadi pada pertengahan tahun 2000, saat ia kembali bertugas di Head office menjadi sekretaris salah seorang expert kami dari Hongkong. Aku sering berhubungan kerja dengannya. Semula kami bersama dalam tugas. Lama-lama berlanjut untuk hal-hal di luar kerjaan, hingga tidak terasa kebiasaan dulu kembali muncul. Misalnya makan siang. Seperti dulu waktu masih pacaran, sering ia ‘mencomot’ lauk dari piringku, atau sesuatu yang ia makan diberikan separuh ke piringku. Kebiasaanku menyiapkan sendok dan minuman untuknya, atau menghabiskan makanannya juga menjadi kegiatan rutin, seolah hal yang wajar saja dalam hubungan kami.
Untungnya teman-teman sekantor juga menganggapnya wajar. Sering juga kami ngobrol soal rumah tangga, suami(nya), istri(ku), dan anak-anak (kami). Tidak ada cerita jelek, semua baik-baik saja. Tapi di balik yang ‘baik-baik’ tersirat kerinduan (atau kecewaan?) tersembunyi. Dalam suasana seperti itulah hubungan kami berlanjut dan menghasilkan kisah-kisah yang sebagian kucuplik di sini, khusus yang punya kesan mendalam untukku. Pertama: Saung Ikan Mas Hari itu bossnya Niesha sedang ke tempat client.
Si boss bawa mobil sendiri, maka seperti biasa Niesha memanfaatkan mobil kantor yang menganggur buat jalan-jalan. Driver-nya cs kami, jadi ia mengajakku bergabung cari makan siang di luar. ( “Kamu yang traktir yaa..” katanya). Pukul 11.30 kami bertiga berangkat ke Cwie Mie Fatmawati. Baru sampai di Prapatan Pejaten (kantor kami di Buncit), si boss menelpon minta supaya driver-nya menyusul karena tidak enak badan. Maksudnya minta disupiri pulang.Driver kami turun sambil mengomel, minta uang taksi ke Niesha terus menyusul bossnya di sekitar blok M. Niesha menggantikan pegang kemudi (dulu, Niesha yang mengajariku bawa mobil) dan melanjutkan perjalanan.
“Kalo dulu, sambil nyetir gini biasanya aku dipijitin..” Niesha mulai membuka kenangan.“Sekarang juga boleh..” kataku, sambil mengusap lututnya, biasanya aku pindah ke belakang, memijat leher dan pundaknya dari belakang, dan tentu saja berakhir di payudaranya.“Jangaan ahh, kacanya terang..” kata Niesha.Usapan di lutut memang lebih aman dari pandangan mobil lain. Dari desahan ‘ahh’-nya kurasakan bahwa Niesha menikmatinya.
“Kita ke saung aja yuk..!” lanjut Niesha.
Saung adalah istilah kami berdua untuk sebuah restoran pemancingan di sekitar Ragunan.Aku tidak menjawab, hanya semakin meningkatkan sentuhan di lutut dan ke atas ‘sedikit’ sambil mata tetap waspada memantau kiri kanan takut dilongok pengendara motor. Niesha dengan trampil meluncurkan mobil di sepanjang jalan dengan meminimalkan penggunaan kopling supaya paha kirinya lebih mudah terjangkau jari-jariku.
“Berapa tahun aku tidak nyentuh ini..” kataku saat jariku mulai nyelusuri pinggiran CD-nya.Niesha agak tergetar oleh sentuhanku itu, sambil mendesis ia mengoyangkan kakinya.“Kamu bangun enggak Mas..?” katanya (ia memanggilku ‘Mas’).“Liat aja,” jawabku.Ia melirik dan terkikik melihat tonjolan yang mengeras di celanaku.“Hihihi.. masih mempan juga..”
“Masih dong, remasanmu belum ada duanya..” Restoran itu terletak di pinggir kolam, dihubungkan ke beberapa saung (gubuk dari bambu) di tengah kolam dengan jembatan kayu.
Saung beratap rumbia ukuran 2,5 m x 2,5 m itu diberi pagar bambu rapat setinggi 60 cm. Bagian atasnya terbuka sehingga dapat dipantau dari jauh, tapi dilengkapi krey bambu yang jarang-jarang, dan dapat diturunkan ‘kalau perlu’, juga disediakan bantal duduk. Tidak ada pengunjung lain. Kami meniti jembatan kayu, memilih saung yang paling jauh dari kasir, dan memesan makanan yang paling cepat saji. Tidak lupa kami minta krey diturunkan. Begitu pelayan pergi, aku segera menjatuhkan pantatku di sebelahnya. Ia menyandar ke tiang bambu di pojok, bersila di bantal dengan cuek. Aku meneruskan elusanku yang terhenti, menyusuri pahanya yang terbuka.
“Mana dong yang keras-keras tadi, aku pegang..” katanya tanpa mempedulikan jariku yang sudah terbenam di dalam roknya.
Aku merapatkan duduk agar terjangkau tangannya. Ia menekan-nekan celana di bagian penisku dengan keempat jarinya.Dengan hati-hati sabukku dibuka, lalu zipku diturunkan. Dari sela- sela baju dan singlet, dirogohnya penisku yang sudah mengeras lalu diusapnya lembut.
“Segini aja dulu, biar gampang ditutup,” katanya saat aku mau menurunkan celana panjang.Rasa nikmat yang halus merambat seperti aliran setrum dari selangkanganku, menjalar ke kaki, badan terus ke otak. Kami duduk berdampingan, aku selonjor dengan penis mencuat keluar dari celana, sementara paha kiri Niesha menopang di atas paha kananku, kirinya mengusap lembut batangku sementara sambil menikmati elusannya, tangan kananku melakukan eksplorasi ke permukaan vaginanya yang terbungkus CD.
Percumbuan ringan itu terhenti ketika pelayan datang membawa pesanan.Aku menaikkan zipku kembali seraya merapatkan jaket.
“Sana kamu ke kamar mandi Mas, CD sama singletnya dikantongin aja. Sabuknya masukin tas,” ia berbisik memerintahku (Dari dulu aku suka ‘perintah- perintahnya’ Ia membereskan makanan sementara aku ke kamar mandi, membukai semua sesuai instruksi dan mencuci batangku supaya dingin dan segar kembali.
Keluar kamar mandi, aku berpapasan dengan Niesha menuju ke tempat yang sama sambil mengedipi aku. Sambil menunggu, membayangkan ulah Niesha batangku yang baru didinginkan mengeras lagi. Aku tidak menyentuh makanan, hanya minum Aqua untuk mengurangi bau mulut. Niesha datang langsung duduk di bantal lagi.
“Udah lega.. ganjelnya udah masuk sini semua.. Beha, CD..” Niesha melemparkan tasnya. Aku kembali merapat.“Jangan deket-deket, kelihatan dari kasir,” ia mencegah.
Tangan kiriku beralih ke perutnya, pelan-pelan menggeser ke atas.Semua ‘daleman’ Niesha sudah tersimpan dengan aman di dalam tas. Niesha mengeluh saat tanganku menyentuh bulatan kenyal itu, menggeser posisi sehingga dapat mengawasi kasir di seberang, sekaligus memudahkan aku ‘bekerja’. Ia kembali mendesah lirih saat kusentuh putingnya. Darahku bergejolak merasakan lembutnya buah dada Niesha. Beda dengan dulu, sekarang lebih berisi karena menyusui. Aku tidak berani mencium bibir atau mendekapnya karena kepala kami kelihatan sayup dari restoran.
Perlahan kubuka kancing blus dengan menyisakan satu kancing paling atas (Niesha biasa begitu supaya cepat ‘memberesinya’) hingga aku dapat leluasa menciumi perutnya.Buah dada Niesha mengembang segar, putingnya yang menonjol sudah mulai mengeras, coklat dilingkari semburat merah jambu. Dengan lembut jariku mengelus puting itu. Kuremas tubuh Niesha dengan penuh perasaan. Lidahku menjelajahi perutnya, membuat Niesha mendesah-desah dengan mata setengah terpejam. Bersembunyi di balik blus longgarnya, ciumanku beralih ke buah dada. Lidahku berputar-putar menyapu lingkaran merah di seputar puting, lalu diteruskan dengan mengulum ujungnya.
Sementara itu tanganku menjelajahi gunung yang sebelahnya. Niesha semakin merintih-rintih menikmati sentuhanku. Birahinya semakin menggelora. Sambil tetap menciumi puting susu, tangan kiriku pindah menelusuri paha Niesha sambil tangan lainnya menyusup ke belakang, membuka kaitan roknya. Sentuhan dan rabaanku akhirnya sampai ke pangkal pahanya yang tidak terbungkus apa apa.Usapanku pada bukit lembut yang ditumbuhi bulu halus membuat birahi Niesha menggelegak, meluap ke seluruh nadi dan pori-pori. Ketika tanganku menyelusup ke celah kewanitaannya yang basah, Niesha makin menggeliat tidak terkendali.
“Ahh.. Mass, ahh..” Niesha merintih tidak karuan, sementara sekujur tubuhnya mulai dirangsang nikmat yang tidak tertahankan.
Dengan hati- hati rok Niesha kusingkapkan, pahanya yang mulus sudah menganga menantikan sentuhan lebih jauh.Celah di pangkal paha Niesha yang ditutupi rambut halus, merekah indah. Kepalaku menyusup ke dalam roknya yang tersingkap, Niesha mengangkangkan pahanya lebar-lebar seraya menyodorkan pangkal pahanya, memudahkanku mencapai lembahnya. Jariku mengusap-usap celah itu yang mulai basah dan menebal, sementara lidahku menciumi pinggiran bulu-bulu kemaluannya. Niesha mengerang keenakan saat jari-jariku menggetar dan memilin kelentitnya.
“Akh.. Mas, gila..! Udah dong Mass..!” Jari-jariku membasahi kelentit Niesha dengan cairan yang merembes keluar dari celahnya.
Setiap jariku mengorek lubang kemaluan untuk membasahi kelentit, Niesha menggeliat kelojotan.Apalagi sambil membenamkan jari, aku memutar-mutarkannya sedikit. Sambil meremas rambutku yang masih menciumi pubisnya, Niesha mencari- cari zipku, ketemu, terus dibukanya. Dan kemaluanku yang sudah menegang kencang terbebas dari ‘kungkungan’.Batangku tidak terlalu panjang, tapi cukup besar dan padat. Sementara ujungnya yang ditutupi topi baja licin mengkilat, bergerak kembang kempis. Di ujung topi itu, lubang kecilku sudah licin berair.
Sementara tubuh Niesha makin melengkung dan tinggal punggungnya yang bersandar karena pahanya mengangkang semakin lebar, aku pun berusaha mencari posisi yang enak.Sambil menindih paha kirinya, wajahku membenam di selangkangan menjilati lipatan pangkal pahanya dengan bernafsu, dan tangan kiri tetap bebas menjelajahi liang kemaluannya. Pinggulku mendekat ke tubuhnya untuk memudahkan ia meraih batangku. Soal ‘keamanan lingkungan’ sepenuhnya kupercayakan kepada Niesha yang dapat memandang sekeliling. Dengan gemas tangan Niesha meraih tonggakku yang semakin tegak mengeras.
Jari-jarinya yang halus dan dingin segera menjadi hangat ketika berhasil menggenggam batang itu.
Ketika pangkal paha Niesha mencuat semakin terbuka, ciumanku mendarat di pinggiran bibir vaginanya. Ciuman pada vaginanya membuat Niesha bergetar.Ketika lidahku yang menjelajahi bibir kemaluan menggelitik kelentitnya, Niesha semakin mengasongkan pinggulnya.Lalu.., tiba-tiba ia mengerang, kaki kanannya terlipat memiting kepalaku dan tangannya mencengkeram pangkal leherku, mendesakkan mulut vaginanya ke bibirku, dan mengejang di situ. Niesha orgasme! Niesha menyandar lemas di tiang pagar.
Tapi itu tidak berlangsung lama, segera didorongnya tubuhku telentang dan dimintanya merapat ke dinding bambu. Aku mengerti yang dimauinya, aku tahu orgasmenya belum tuntas, tapi aku masih ragu.Semula aku hanya ingin menawarkan kenikmatan lewat lidah dan jariku, tapi kini telanjur Niesha ingin lebih.
“Kamu oke, Nei..?” tanyaku. Ia mengangguk.“Aman..?” lanjutku sambil memutar biji mataku berkeliling. Ia kembali mengangguk.“Ayo.. sini..!” kataku memberi kode tapak tangan menyilang, Niesha langsung mengerti bahasa kami masa pacaran.
Ia mengangkang di atas badanku, jongkok membelakangiku dan kembali menghadap ke restoran. Ia mengangkat rok dan memundurkan pinggulnya hingga vaginanya tepat di mulutku. Tanganku yang menganggur merogoh saku, mengambil ‘sarung’ yang sudah kusiapkan, kuselipkan di tangan Niesha.
“Ihh, udah siap-siap yaa..?” katanya, sambil mencubit batangku.
Dengan sebelah tangan bertumpu pada dinding bambu, Niesha berjongkok di wajahku yang berkerudung roknya.Dengan mendesah ia menggerakkan pinggulnya, menyapukan vaginanya ke lidahku yang menjulur, kadang mendesak hidungku dengan tekanan beraturan.Tangannya sebelah lagi mengurut pelan penisku yang semakin tegang, lalu dengan susah payah berusaha memasang ‘sarung’ dengan sebelah tangan, gagal, malah dilempar ke lantai.Saat sapuan vaginanya di bibirku semakin kuat sementara lidahku yang menjulur sudah kebanjiran cairannya, pinggulnya ditarik dari mulutku, bergerak menuruni tubuhku ke arah selangkangan.
Aku tidak tinggal diam, vaginanya yang lepas dari lidahku kurogoh, kujelajahi dengan jari-jariku.Niesha semakin menggelinjang, pahanya mengangkang mengharapkan datangnya tusukanku, sementara tangannya yang menggenggam mengarahkan kemaluan itu ke liang vaginanya yang sudah berdenyut keras.
“Mas.. masukin yaa..!” Niesha merintih sambil menarik batang kemaluanku, sementara aku masih memainkan jari di kelentit dan liangnya.“Hhh, kamu lepaass dulu.. Ini udah keras banget..!” Aku mengambil alih menggenggam tongkat.
Kusentuh dan kugosok-gosokkan otot perkasa yang ujungnya mulai basah itu ke kelentit Niesha. Niesha melenguh. Sentuhan dengan ujung kemaluan yang lembut dan basah membuat kelentitnya serasa dijilati lidah. Napas Niesha semakin terengah-engah.Setelah puas membasahi kelentit, aku pindah ke mulut vagina. Kuputar- putarkan tongkat kenikmatanku di mulut lorong Niesha. Membuatnya semakin kelojotan dan medesah dengan sendu. Ia berusaha menekan tapi terganjal tangan yang menggenggam batangku.
“Masukin dong Mas..!” Niesha menjerit lirih.Dengan gemetar aku melepas tongkatku, topi bajaku menyentuh mulut vagina Niesha.
Kemudian dengan hati-hati ia mendorong pelan-pelan, sampai kepala penisku membenam di liang itu. Aku mengerang, kepala kemaluanku seakan diremas oleh cincin yang melingkari liang sempit milik Niesha.
“Uhh.. enak Yang..!” Niesha tebeliak-beliak sambil melenguh ketika kemaluanku menyeruak masuk lebih dalam ke liang nikmatnya.
Dinding vaginanya yang lembut tergetar oleh nikmat yang menggelitik karena gesekan ototku.Niesha kemudian pelan-pelan mengangkat pinggul, menarik keluar batang kemaluanku. Ia mendesis panjang. Menggumam sambil menggigit bibir. Demikian pula ketika mendorong, menelan tongkatku yang kembali membenam di liang vaginanya.Niesha merasakan nikmat yang tidak habis-habisnya.
“Auughh.. Yang..! Teruus..!”“E.. emhh.. kamu goyyaang teruss..!”Kemudian Niesha memiringkan badannya, memberi kode padaku.
Ia ingin di bawah. Aku menjawab dengan mengangkat alis, sambil mata berkeliling.Ia mengangguk, artinya aman. Lalu, tanpa mencabut batangku, Niesha berbaring pelan-pelan dan aku bangkit bertumpu pada palang dinding bambu. Dari sela-sela krey, di restoran tampak dua orang sedang asyik nonton TV membelakangi saung kami.Niesha berbaring miring menghadap dinding pagar. Sebelah kakinya melonjor di lantai, sebelah lainnya mengait di palang bambu. Tanganku pindah memainkan klitoris, sementara batang kemaluanku keluar masuk di liang vagina Niesha.Membuat birahi kami semakin menggelegak. Birahi yang makin memuncak membuat Niesha dan aku terhanyut, tidak memperdulikan apa-apa lagi.
Niesha kini telentang, ia meraih bantal untuk mengganjal pantat, memudahkan kocokan batang penis di liang vaginanya.Pinggul Niesha dengan lincah berputar-putar, sementara aku semakin cepat mengayunkan pantat, menyebabkan gesekan penis dan vagina semakin terasa mengasyikkan. Tiba tiba Niesha menegang. Pinggulnya menggelinjang dengan hebat.Matanya terbeliak dan tangannya mencakari pahaku dengan liar. Gerakannya semakin tidak beraturan, sementara kakinya membelit di pantatku.
“Akh.. cepetaan.. Yang..!” Niesha mendesah-desah.“Gila.. enaak banget..!” Ketika suatu desiran kenikmatan menyiram menjalari sekujur tubuhnya, ia menggelepar.“Akuu.. keluaar.. laagii.. Yang.. kkamu..!” Cakaran itu sama sekali tidak menghentikan gerakanku yang tengah menikmati remasan-remasan terakhir vagina Niesha di kepala dan batang kemaluanku.Aku pun hampir mencapai orgasme. Lalu,“Uhh.. aku keluaar Nik..!” Aku mengocok dengan cepat dan menggelepar- gelepar tidak beraturan.
Gerakan yang membuat Niesha semakin melambung- lambung. Kemudian, kami berdua mengejang dengan saling mendesakkan pinggul masing-masing.Puncak birahi Niesha menggelegak saat aku menumpahkan puncak kenikmatanku dalam-dalam membenam di vagina Niesha yang meremas-remas dengan ketat, bersama semburan cairan kentalku. Beberapa saat kemudian, kami saling memandang dengan diam. Diam-diam pula kami gantian ke kamar mandi membersihkan sisa-sisa tisyu, menghabiskan makan dengan cepat (dan ternyata tidak habis). Sambil makan aku hanya bilang,
“Nik, kalau ada apa-apa semua tanggung jawabku.” Niesha tidak menjawab hanya tersenyum, menggenggam tanganku erat sambil tersenyum penuh kasih.Dalam perjalanan kembali ke kantor kami tidak banyak bicara.Hanya saat berpisah ia berbisik, “Terima kasih, aku bahagia. Tapi tolong lupakan..!”
Di Kantor Sejak peristiwa di saung itu aku berusaha untuk bersikap biasa, dia juga. Kami masih kerja bersama, makan siang sama-sama dan bercanda seperti biasa, terutama di depan teman-teman. Tapi kami menghindari percakapan yang lebih personal, apalagi membicarakan peristiwa itu. Kuat juga usahaku untuk melupakan hal itu, tapi yang ada aku makin sering melamunkannya. Membayangkan desahan dan rintihannya, gelinjang-gelinjangnya, terutama remasan liang nikmatnya di penisku.
Aku tidak dapat melupakannya! Semakin hari aku semakin tersiksa oleh bayangan Niesha. Setiap kali lengan kami bergesekan, dan ini tidak dapat dihindarkan karena memang selalu bersama, getaran birahi menjalari tubuhku, dan berujung di selangkanganku yang mengeras. Ia sendiri nampaknya biasa saja.Suatu ketika dengan cuek ia menggayut di lenganku saat menaiki undakan ke kantin, burungku langsung menggeliat. Sesudahnya saat memesan makanan, sambil berdesakan ia menempelkan dadanya di lenganku.Aku langsung berkeringat, berusaha untuk tetap tenang ngobrol dengan yang lain di meja makan. Perlu setengah jam untuk ‘menenangkan’ burungku. Sampai suatu hari, ia datang ke tempatku.
Ruangku terbagi atas kotak bersekat setinggi dada.Setiap kotak berisi meja dan komputer untuk satu orang, yang kalau duduk tidak kelihatan, tapi kalau berdiri kelihatan sampai dada. Selain itu ada satu kotak yang agak besar berfungsi untuk ruang rapat, letaknya di ujung dan selalu sepi kecuali ada meeting. Ia menghampiriku saat aku sedang sendiri di ruang rapat.
“Yang, nanti bantuin yaa. Aku mau ngelembur.” Panggilan ‘Yang’ membuat darahku berdesir.“Boleh. ‘Bor’-nya sapa yang mau dilempengin.” Aku melempar canda biar agak santai.Istilah ‘ngelembur’ oleh orang kantoran seringkali dipanjangkan sebagai ‘nglempengin burung’.“Nglempenginnya sih kamu buka internet aja. Aku sih bagian nglemesin..!” sahutnya cuek, sambil duduk di meja rapat, tepat di depanku.
Darahku berdesir, langsung kontak ke selangkangan dan mengeras. Aku menengok ke pintu masuk. Dua orang temanku sedang ngobrol asyik sekitar lima kotak dari tempatku, yang lain sedang keluar.
“Lagi sepi..!” katanya, menebak arah pandanganku.Lalu ia mengalihkan pandangannya ke bawah, arah celanaku.“Tuuh.. lempeng..!” ia terkikik sambil menyentuh dengan kakinya.Untuk menetralisir, aku duduk di kursi sambil melonggarkan bagian depan celanaku.“Sorry, aku nggak bisa ngelupain kamu,” kataku sambil mencari posisi yang nyaman.“Memangnya aku bisa..?” jawabnya.
Ia membuka pahanya sedikit sehingga aku makin blingsatan, memutar-mutar kursi yang kududuki sambil mengerakkannya maju mundur.“Sini dong maju, aman kok..!” Aku memajukan kursi hingga pahanya tepat di depanku.
Tidak menyia-nyiakan tawaran yang kuimpikan siang malam, tanganku dengan gemetar mulai merayapi pahanya, tapi Niesha menahannya.“Sstt.. tunggu..!” ia mendorongku, lalu turun dari meja.Niesha menempelkan pantatnya di pinggiran meja setelah roknya disingkapkan sebatas pinggul.“Biar gampang nutup kalo ada orang.” katanya.
Niesha memang brilian dalam merancang ‘pengamanan’.Tanganku kembali menyusuri paha Niesha, dengan berdebar-debar merayap terus ke dalam. Niesha mulai mendesah, mengepalkan tangannya. Bibirku menciumi lututnya, dengan lidah kujelajahi sisi-sisi dalam pahanya hingga tanganku mencapai pangkalnya.Jariku menyusuri pinggiran CD-nya, tapi aku menyentuh bulu halus, celah basah, benjolan kecil, aku penasaran, kurenggangkan pahanya. Ternyata CD-nya dibolongi persis di sekitar vagina, terang saja jariku langsung menyentuh sasaran.
“Bolong..,” aku berbisik.“Iya, biar gampang dipegang,” jawabnya.“Kenapa nggak dilepas aja..?”“Keliatan dong, ‘kan nyeplak di luar. Kalo gini ‘kan, kayaknya pake tapi bisa kamu pegang.” ia menjelaskan, lagi-lagi brilian! Aku mulai menggosok klitorisnya, sementara liangnya sudah semakin basah.
Niesha mengangkangkan vaginanya, pahanya diangkat menopang di meja, kakinya sedikit jinjit. Dengan hati-hati lidahku kuselipkan di celah labia mayoranya, menyapu klitorisnya berulang-ulang. Jariku yang sudah basah oleh cairannya kubenamkan pelan-pelan di liangnya, kuputar-putar mencari ‘G-Spot’-nya. Saat kutemukan, G-spot- nya kugosok lembut dengan jari tengah, sementara dari luar lidahku memainkan bagian bawah klitoris.Tidak lama Niesha langsung mengejang, menggenggam rambutku kencang. (Saat kami pacaran, aku belum tahu G-spot)
“Yang.. udaah..!” ia berbisik, memberikan sapu tangan untuk membersihkan jari, mulutku, dan liangnya, sekalian buat mengganjal celana bolongnya biar tidak netes-netes.Tiba-tiba pandangan Niesha berubah serius, dilanjutkan dengan omongan yang tidak jelas.“Soalnya yang aku print kok laen sama yang dipegang bossku.” Aku bingung tapi langsung menimpali,“Yang punyaku bener kok..” kataku sambil berdiri.Benar saja, cewek-cewek Biro tempatku baru saja masuk ruangan.“Ya udah, nanti dikopiin lagi aja,” lanjutnya sambil berjalan keluar,“Terus yang ini jangan lupa disiapin..” saat melewatiku, tangannya menjulur meremas bagian depan celanaku.
Niesha sempat ngobrol dulu dengan teman-temanku.Berbasa basi, lalu kembali ke ruangannya. Rasanya lama sekali menunggu sore. Jam 5 kantor bubar. Aku naik ke tempat Niesha yang satu lantai di atasku. Niesha sudah menunggu di ruangannya lalu mengajakku ke ruang komputer yang terletak di sebelah.Ia harus menyusun undangan seminar dari boss Hongkong-nya. Kubuatkan program konversi daftar client dari database ke format txt untuk di- merge dalam undangan, sementara Niesha melakukan check ulang data undangan.Jam 7 malam satpam datang mengontrol seperti biasa. Niesha memberitahu bahwa ia masih pakai ruang komputer sampai jam sembilan.
Aku sendiri makin asyik dengan programku, tidak menyadari kalau Niesha sudah menghilang dari sebelahku.Sadarnya waktu HP-ku berbunyi, ternyata Niesha telpon dari ruangannya di sebelah.“Sini dong Mass..!” ia berbisik, membuat darahku kembali berdesir mengalir ke selangkangan.
Aku meng-execute programku lalu bergegas ke sebelah.Ruang di seberangku masih terang, tapi tempat Niesha sudah gelap. Aku ragu-ragu, kucoba membuka ruang Niesha, ternyata tidak terkunci, aku masuk langsung menutup pintu.“Dikunci aja..” terdengar suara Niesha berbisik lirih.Ruang itu terbagi jadi ruang pertama tempat Niesha biasa duduk, ruang tengah untuk meeting, terus ruang ujung tempat bossnya.
Aku mengunci pintu terus menghampirinya di ruang tengah, tempat bisikan itu berasal.Dalam keremangan kulihat Niesha duduk di meja meeting nyaris telanjang, hanya tersisa CD-nya.“Buka baju Sayang, terus naik sini..!” Niesha menyapa dengan lembut, sapaan yang membuat birahiku menggelegak.Niesha duduk memeluk lutut kirinya yang ditekuk menopang dagu. Kaki kanannya terlipat di meja seperti bersila.
Di bawah cahaya lampu yang lemah menerobos dari luar, sosok Niesha bagaikan bidadari yang sedang menanti cumbuan cahaya bulan. Aku berusaha tenang, membuka baju, sepatu, celana, lalu dengan berdebar melangkah keluar dari onggokan pakaian dan menyusul naik ke atas meja.Niesha membuka tangannya, lutut kirinya juga rebah membuka. Aku mengusap pipinya dengan halus saat jari Niesha menjelajahi leherku pelan, lalu dada, lalu naik mengelus lenganku, pelan dan lembut menyusuri bagian dalam lenganku ke arah ujung jari. Digenggamnya jari-jariku, dikecupnya lalu dibawa ke leher, dada, mendekapnya sesaat.
Lalu.. tiba-tiba aku telah terbenam dalam dekapannya.Dadanya yang bulat penuh menekan, memberikan kehangatan yang lembut ke dadaku, kehangatan yang menjalar pelan ke bawah perut. Tanganku mengusap punggung dan rambutnya, lalu entah gimana mulainya, tiba- tiba saja aku sudah menciumi lehernya.Kukecup hidungnya, keningnya, telinganya, Niesha menggelinjang geli. Kusodorkan bibirku untuk meraih mulutnya, ia merintih lirih dan merangkulku sambil mulutnya bergeser mencari bibirku, lalu kami berpagutan dengan lahap bagaikan kelaparan.
Pelukan dan ciuman ini yang sebenarnya paling kurindukan, yang tidak dapat dilakukan saat di saung atau di ruanganku. Cinta dan ketulusannya kini dapat kurasakan lewat peluk dan ciumannya. Niesha terpejam manja saat kujelajahi mulutnya dengan lidahku, bibirnya langsung menyedot dan melumat lidahku dalam-dalam.
“Oohh, Yang..!” Niesha mengeluh saat tanganku mulai merayapi tubuhnya, bermain di sekitar puting susu, turun ke perut menyelusup ke CD-nya.
Masih dalam pelukan ia merebahkan badan di meja dengan dialasi jasnya si Hongkong.Setelah rebah berdampingan kami mengendorkan pelukan, membebaskan tangan agar lebih leluasa. Kami saling menyentuh bagian-bagian sensitif yang masing-masing sudah sangat hapal. Niesha memejamkan mata menikmati sentuhan-sentuhanku, sementara jarinya mengurut lembut batang penisku, dari pangkal ke atas, memutari helm lalu turun lagi ke pangkal, membuat batangku keras membatu.
“Yang..! Jilat..!” ia mendesah, aku mengerti maksudnya.Aku bangkit, lalu bibirku mulai menciumi seluruh tubuhnya, mulai dari lengan sampai ke ujung jari, kembali ke ketiak, menyusuri buah dadanya ke tangan satunya.“Yaanng, Nei kangen jilatanmu..!” Niesha mengerang dan menggelinjang semakin kuat.
Saat jilatanku mencapai pangkal lengannya, Niesha berbalik menelungkup. Kini lidahku menyusuri pundak, Niesha terlonjak saat lidahku mendarat di kuduknya, lalu perlahan menjelajahi punggungnya. Saat jilatanku mencapai pinggiran CD-nya, Niesha kembali menelentang lalu sambil membuka CD-nya, lidahku pelan-pelan menyusur pinggang, perut terus ke bawah.Paha Niesha membuka, menyodorkan bukit kemaluannya yang menggunduk dengan belahan merekah ke hadapanku. Melewati pinggiran gundukannya, lidahku meluncur ke samping, menjilati paha luar sampai ke jari kaki, lalu kembali ke atas lewat paha bagian dalam.Sampai di pangkal, lidahku menjelajahi lipatan paha, memutari pinggiran bulu-bulu halusnya, lalu menyeberang ke paha sebelah. Niesha melenguh keras.
Aku menjelajahi kedua lipatan pahanya bolak balik, kadang lewat gundukan bulu-bulunya, kadang lewat bawah liang vaginanya. Pahanya terkangkang lebar, sementara cairannya semakin membanjir. Lalu tangannya menggenggam rambutku, menyeret kepalaku dibenamkan ke tengah selangkangannya yang basah dipenuhi cairan kenikmatannya. Aku langsung menyedot kelentitnya. Niesha tersentak,
“Yaangg.. kamu.. nakal..!” rintihnya menahan nikmat yang menggelora.Dengan bertumpu kedua tangan, lidahku kini menjelajah dengan bebas di celah vagina, menjilati klitorisnya dengan putaran teratur, lalu turun, menjelajahi liang kewanitaannya.Niesha mengejang sambil mengerang-erang.“Yaang, udaah.. masukin..!” Niesha mencengkeram leherku dan menyeretnya ke arah bibirnya.
Aku mengambil posisi konvensional. Batangku yang sudah tegang mengeras menyentuh gerbang kenikmatan yang licin oleh cairannya.Niesha tersentak saat kepala penisku menyeruak di bibir vaginanya. Kubenamkan kepala penisku sedikit demi sedikit, oh.. hangatnya vagina Niesha. Dinding vaginanya mulai bereaksi menyedot-nyedot, remasannya yang selalu kurindukan mulai beraksi.Kutarik lagi penisku, pinggul Niesha menggeliat seolah ingin melumatnya. Kubenamkan lagi batang penisku perlahan, Niesha menaikkan pinggulnya ke atas, sehingga setengah batang penisku ditelan vaginanya.Pinggulnya diputar-putarkan sambil melakukan remasan nikmatnya.
“Ooogghh, Neiii.. aduuhh..!” desahanku membuat Niesha semakin semangat menaik-turunkan pinggulnya, membuat batang penisku seolah dipilin-pilin oleh liangnya yang masih sempit.“Maass.. tekaann Maass..! Neiii.. hh.. nikmaatt.. sekali..!” Pinggul dan badannya semakin sexy, perutnya yang sedikit membesar membuat nafsuku semakin menjadi-jadi.Aku setengah duduk dengan bertumpu pada dengkul menggenjot penisku keluar masuk vagina Niesha yang semakin berdenyut.“Creekk.. creekk.. blees..” gesekan penisku dan vaginanya bagaikan kecipak cangkul Pak tani di sawah berlumpur.“Yaang, aduuhh, batangnyaa.. oohh.. Neii.. nggaak tahaan..!” Niesha badannya bergetar, pinggulnya naik turun dengan cepatnya, miring ke kiri dan ke kanan merasakan kenikmatan penisku.
Badan Niesha berguncang-guncang keras, goyangan pantatnya tambah menggila dan lubangnya seakan mau memeras habis batang penisku. Spermaku rasanya sudah mengumpul di kepala penis, siap menyembur kapan saja, susah payah aku bertahan agar Niesha mencapai klimaks lebih dulu.“Teken teruuss..! Yuu bareng keluariin Maass..!” Goyangan kami makin menggila.
Aku menusukkan batang penisku setengah, dan setiap coblosan ke delapan aku menekannya dalam-dalam. Akibatnya gelinjang pantat dan pinggul Niesha semakin menjadi-jadi. Sambil mengelepar-gelepar keasyikan, matanya merem-melek.Kuciumi dan kulumat seluruh wajahnya, bibirnya, lidahnya, ludahnya pun kusedot dalam-dalam. Niesha mencakar punggungku keras sekali sampai aku tersentak kesakitan. Itu tandanya ia mau mencapai klimaks. Kutahan mati-matian agar aku jangan muncrat dulu sebelum ia orgasme. Tiba-tiba,
“Yaanng.. oohh.. aduhh.. Neiii.. keluaar.. oohh.. aduuh.. gilaa.. aahh. aahh.. uuhh.. uuhh.. uuhh..!” dia sekali lagi mencakariku, itu memang kebiasaannya kalau meregang menahan klimaks luar biasa.
Aku tidak peduli punggungku yang baret-baret oleh cakarannya. Aku terus menggenjotkan penis dengan teratur sambil konsentrasi merasakan nikmat yang semakin mendesak-desak di ujung penisku. Suatu gelombang dahsyat bagaikan menyedot seluruh perasaanku menyembur dari ujung kemaluanku, memancar dalam dalam di liang vaginanya. Aku mengejang beberapa detik, lalu terkulai dalam pelukannya.Beberapa menit kami berdiam sambil pelukan, sampai batangku melemas dengan sendirinya. Aku turun dari tubuhnya. Niesha turun dari meja, mengambil tisyu dan teko air dari meja si Hongkong. Lalu kami bersih-bersih organ masing-masing, kembali berciuman sambil saling mengenakan pakaian.
Selesai berpakaian Niesha keluar duluan mengintip, dengan kodenya aku keluar kembali ke ruang komputer, di sana satpam sudah menunggu. Kukatakan aku dari kamar mandi, dan Niesha tidak tau kemana.“Kenapa..? aku dari bawah barusan.. lewat tangga.” Niesha muncul di pintu, memberi penjelasan.“Lho, saya juga lewat tangga..” kata satpam.“Ooo.. Naiknya sih lewat lift depan,” Niesha berkilah.Program transferku sudah berhenti proses.
Setelah beres-beres, mematikan komputer, AC, dan lainnya, aku, Niesha dan satpam turun. Kuantar Niesha’ sampai mobilnya.
Mari Bergabung Sekarang Juga Bersama MASTERPOKER99 Situs Judi Online Terbaik Dan Terpercaya di Indonesia Dengan Layanan Customer 24 Jam NONTSOP
Minimal Deposit 25.000
Minimal Withdraw 50.000
Tersedia 10 Game in 1 website
POKER | DOMINOQQ | BANDAR CEME | CEME KELILING | CAPSA | SUPER10 | OMAHA |
BLACKJACK | SUPER BULL | NEW CAPSA SUSUN
TERSEDIA BANK :
BCA - MANDIRI - BNI - BRI - DANAMON - CIMB - PERMATA
Support deposit
- OVO
- GO PAY
- DANA
- Telkomsel Rate 15%
- XL Rate 20%
+ PROMO BONUS CASHBACK 0.3%
+ PROMO BONUS REFFERAL 20% BERLAKU SEUMUR HIDUP
+ GEBYAR HADIAH EVENT TURNOVER BULANAN
+JACKPOT PULUHAN JUTA SETIAP HARINYA
BURUAN JOIN DAN DAFTARKAN AKUN PRO ANDA ^.^
0 Komentar